Cerpen - Nada - Buat Post

Cerpen - Nada

Nada
Oleh: Michelle Amarta Devi

Namaku Ana. Hari ini hujan deras yang dingin sedang melanda di kotaku. Disaat orang-orang sedang sibuk berteduh dan ingin segera pulang ke rumahnya masing-masing. Aku masih ingin terjebak di toko kaset ini sembari asik memilih-milih kaset yang akan aku dengarkan hari ini. Aku memang sudah menjadi pelanggan tetap disini. Tiap minggu aku pasti akan menyempatkan waktu untuk kesini. Entah itu hanya untuk membeli kaset yang ingin aku dengarkan hari ini, atau sekedar menghabiskan waktu berbincang dengan bang Rendra sambil mendengarkan koleksi lagu yang diputar di toko ini. Kuakui, Bang Rendra memang memiliki selera musik bagus. Itulah juga yang menjadi salah satu alasan mengapa aku betah berlama-lama di toko ini. Kadang, kami membicarakan tentang musik baru yang telah dirilis dari band favorit kami, saling berbagi tentang lagu lama yang akan kita dengar bersama hari ini atau membicarakan tentang Juna, seorang lelaki yang pertama kukenali sebelum Bang Rendra, pemilik toko ini. Dia juga yang telah membuatku tertarik pada musik. Dia yang telah membuatku mengetahui bahwa musik bisa jadi salah satu hal indah yang dapat dinikmati untuk melepaskan penat setelah lelah dari asam-manisnya kehidupan di dunia ini.
Saat itu sepulang sekolah, aku tidak sengaja melewati toko ini. Entah kenapa hari ini aku ingin sekali membeli satu kaset lagu dari sana. Awalnya aku bingung karena sebelumnya aku memang tidak terlalu tertarik dengan musik. Aku hanya ikut mendengarkan musik dari Vira saat kami belajar bersama saja. Itupun aku tidak hafal judulnya. Jadi aku asal mengambil kaset yang menurutku memiliki judul yang menarik.
"Kamu mau beli itu?" katanya sambil melihat ke arahku.
"I-iya tentu saja. Kenapa ya?" jawabku sambil tersenyum gugup.
"Musik itu nadanya membosankan. Kalau aku sih lebih memilih musik yang lain saja"
"Hah? Beneran? Duh, aku baru pertama kali kesini. Jadi kurang tau," kataku sambil tersenyum canggung
"Kamu tau Sheila on 7? Itu band lama yang cukup populer akhir-akhir ini. Dengarkan saja lagu mereka," katanya.
"Um, mereka menjualnya disini juga?"
"Haha. Tentu saja. Toko kasetnya Bang Rendra tidak pernah kehabisan lagu enak disini. Ya kan bang?" tanyanya kepada seorang penjaga kasir yang sedang sibuk melayani pembeli.
"Haha.. Juna kamu memang paling pintar ya soal memuji. Tenang saja, kali ini aku tidak akan mentraktirmu lagi"
Aku pun tertawa mendengar perbincangan mereka. Sepertinya mereka memang kenal dari lama. Yah, pada akhirnya aku membeli kaset yang dimaksud Juna. Kami juga telah mengenal satu sama lain. Ternyata dia adalah pelanggan di toko kaset ini. Ternyata sekarang Juna sudah kuliah. Sejak SMA, Juna memang sudah suka musik. Tidak heran dia sering main kesini hanya untuk menghabiskan waktunya. Katanya dia akan memberikanku beberapa kaset dari lagu yang dia suka. Sejak saat itu, tiap hari aku sempatkan untuk mampir bertemu Juna. Kami berbicara tentang banyak hal juga bersama Bang Rendra. Hari itu, Bang Rendra mengajak kami untuk menonton konser bersama. Katanya sih untuk merayakan kenaikan kelasku. Padahal kan itu artinya aku kelas 3 dan akan segera menghadapi ujian? Huh! Mereka ini mau mengejekku atau bagaimana sih?!
Malam itu Juna menjemputku dari rumah. Saat aku sedang bersiap-siap Ibu memanggilku.
"Anaa, ini ada teman kamu!" teriak ibu
Aku pun segera keluar kamar dan menemui Juna.
"Bu, saya izin pamit pergi sama Ana dulu ya," katanya sambil mencium tangan ibuku
"Iya nak, hati-hati ya. Tolong jaga Ana juga ya," katanya sambil tersenyum
"Bu, Ana berangkat dulu ya. Nanti Ana pulangnya ngga malam banget kok. Assalamualaikum," kataku sambil ikut mencium tangan ibu.
"Waalaikumussalam,"
Akhirnya kami pun bersama-sama ke tempat konser untuk bertemu dengan Bang Rendra. Setelah puas nonton konser, aku juga mengajak mereka untuk makan malam dulu. Kali ini aku yang traktir, anggap saja sebagai perayaan kenaikan kelasku wkwk. Sambil menikmati hidangan, kami berbincang dan bercanda sambil mendengarkan lagu yang sedang dibawakan dalam band di kafe ini. Hari yang sungguh menyenangkan! Sampai akhirnya tidak terasa waktuku untuk pulang karena hari sudah menunjukkan jam 9. Ibu pasti sedang menungguku.
Kami pun berpisah dengan Bang Rendra. Juna pun kembali mengajakku untuk pulang bersama.
"Juna, terima kasih ya untuk waktunya hari ini. Aku senang sekali," kataku sambil tersenyum
Juna diam melihatku, lalu dia tersenyum. Astaga Juna, walau pucat kenapa kamu manis sekali sih hari ini? Tanpa sadar mukaku pun memerah. Hey? Pucat? Muka Juna?
"ASTAGA JUNA! Muka kamu pucat!! Kamu kenapa? Sakit? Istirahat sebentar di rumahku dulu ya?" kataku sambil menyentuh dahi Juna.
"Aku ngga apa-apa Ana. Aku pulang dulu ya. Aku mau istirahat. Malam An, jangan tidur larut malam," katanya tersenyum tipis.
"Iya, Juna hati-hati ya. Malam Juna, jangan lupa minum obat!" kataku sambil melambaikan tangan ke arahnya.
Juna pun meninggalkanku. Aku bingung, kenapa hati ya hatiku bisa berdebar begini karena seorang Juna? Pasti ada yang salah!
Sejak saat itu, aku sudah jarang bertemu dengan mereka lagi. Aku terlalu sibuk mempersiapkan ujian. Kadang, jika sempat aku hanya mengirim pesan singkat ke Juna lewat ponsel. Jadi, aku sudah benar-benar tidak ada waktu untuk ke toko kaset lagi. Ditambah ayah yang sangat ingin agar aku mendapat beasiswa di luar negeri. Mau tidak mau aku harus belajar dengan sungguh-sungguh bukan? Sampai akhirnya ujian pun selesai dan aku tidak sabar ingin bertemu Bang Dirga dan Juna lagi. Saat aku sampai di toko itu, ternyata aku hanya bertemu dengan Bang Dirga. Dimana Juna? Padahal aku sudah mengirim pesan bahwa akan menemuinya hari ini di toko kaset. Lalu kenapa dia belum datang ya? Apa dia sibuk?
"Bang, si Juna kemana? Kok belum dateng?" tanyaku pada Bang Rendra.
"Gatau tuh An, udah beberapa minggu ini dia ngga keliatan. Coba kamu telepon,"
Aku pun segera menelepon Juna. Tapi hasilnya nihil, tetap tidak ada jawaban. Saat aku meneleponnya lagi, akhirnya panggilanku terjawab. Namun yang menjawab bukan Juna, melainkan ibunya.
"Juna?"
"Ana? Ini nak Ana? Saya ibunya,"
"Ah iya bu. Ini saya Ana. Juna kemana ya bu? Akhir-akhir ini saya sudah jarang melihatnya lagi"
Tidak ada jawaban. Aku hanya mendengar suara tangisan disana.
"Bu? Ada apa?" Aku khawatir, begitu juga dengan Bang Rendra yang mulai menyimak pembicaraanku dengan ibunya Juna lewat telepon.
"Juna sering menceritakan tentangmu pada ibu nak. Sekarang dia sedang di rumah sakit," katanya sambil terisak-isak
"Apa?! Rumah sakit mana bu? Nanti saya akan kesana," kataku sambil mulai menitikkan air mata.
"Nanti ibu kirim alamatnya ya nak, sekarang ibu mau menemui dokter dulu," katanya sebelum menutup telepon.
Aku pun memeluk Bang Rendra, aku menumpahkan seluruh tangisanku disana. Aku tau Bang Rendra juga sedih, dia hanya berusaha kuat di hadapanku. Setelah ibu Juna mengirim alamatnya, aku dan Bang Rendra pun segera menuju kesana. Setelah kami berbincang panjang lebar dengan ibu Juna kami tidak menyangka, ternyata Juna sudah menderita kanker sejak lama. Setiap akan pergi ke toko kaset, Juna selalu rajin memeriksa kondisi ke dokter pribadinya. Namun akhir-akhir ini, Juna sudah mulai jarang ke dokter lagi. Dia ingin segera menemuiku,katanya ingin menghabiskan waktu denganku karena sebentar lagi aku akan kelas 3 dan ujian. Dia berpikir bahwa aku tidak akan bisa menemuinya lagi. Duh Juna! Aku kan bisa mengirim pesan singkat atau hanya sekedar meneleponmu. Kamu bisa bilang itu kan ke aku? Kalau kamu minta, aku pasti bisa kok luangin waktu buat kamu sebentar saja. Aku ngga pernah merasa direpotkan sama kamu. Pasti gara-gara aku sering mengajakmu keluar, kamu jadi mudah lelah dan tidak pernah sempat periksa ke dokter lagi kan? Muka kamu sering pucat, tapi kamu selalu bilang ngga apa-apa. Apa sih susahnya bilang iya?! Toh aku bisa membantumu kan saat itu! Duh Juna aku jadi menyesal banget.. andai saja waktu itu kamu bilang dari awal soal penyakit ini. Aku pasti akan selalu berusaha menjaga kesehatanmu dan kamu ngga akan seperti ini. Ibu Juna juga bilang bahwa dari awal Juna sudah menyukaiku. Ternyata sekolah SMAnya dekat dengan sekolah SMPku. Lalu dia sendiri juga tidak menyangka akan bertemu denganku lagi di toko kaset ini. Hmm apa mungkin Tuhan juga sudah menakdirkannya ya Juna? Menakdirkan bertemu orang seperti kamu. Yang tetap bahagia walau diberikan cobaan seperti ini. Yang masih bisa memberikan kebahagiaan pada orang lain, walau mungkin dirimu sendiri belum tentu bahagia.
Sekarang Juna sedang koma. Semakin lama, kondisi Juna semakin mengkhawatirkan. Aku pun sudah tidak bisa berharap apa-apa lagi. Aku hanya bisa berdoa. Dan aku berusaha percaya bahwa apapun itu akhirnya, aku tau Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk Juna.
8 tahun sudah berlalu,
Kini aku sudah kembali dari kuliah di Paris. Iya, aku berhasil mendapatkan beasiswanya. Hari ini aku berencana untuk pergi bersama ke makam Juna dengan Bang Rendra. Ibu Juna memberinya semua koleksi kaset milik Juna padaku. Dia rasa aku lebih pantas untuk memilikinya. Aku pun dengan baik menyimpan semua koleksi kaset itu di kamarku. Tiap malam sebelum tidur, aku pasti mendengarkan kaset dari Juna. Terima kasih ya Juna, sengganya kamu sudah buat aku bahagia. Dengan adanya kamu dan musik-musik yang kamu berikan, hidupku jauh lebih bermakna. Aku juga menyukaimu Juna.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"



Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.

Bagikan Artikel ini

Belum ada Komentar untuk "Cerpen - Nada"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Adsafelink | Shorten your link and earn money

Iklan Tengah Artikel 1

Your Ads Here

Iklan Tengah Artikel 2

Your Ads Here

Iklan Bawah Artikel

Your Ads Here